Air Yang Semakin Langka – MAUL-UNDERGROUND

Selasa, 10 Januari 2012

Air Yang Semakin Langka




Krisis lingkungan hidup tampak semakin mencekam manakala rakyat Indonesia mampu memandangnya dari persoalan ketersediaan dan pengelolaan sumber daya alam berupa air. Pertama-tama bisa dilihat bahwa tingginya tingkat kerusakan hutan berpengaruh langsung terhadap menipisnya jumlah ketersediaan air di musim kemarau, dan sebaliknya di musim penghujan, ketiadaan hutan menyebabkan kelimpahan air menjadi tak terkendali. Seringkali air melimpah itu berubah menjadi bencana banjir. Kedua, problem manajemen air itu muncul ketika negara mulai menggalakkan program pembangunan dengan pola seragam, serta secara gradual “berkampanye” untuk meninggalkan kearifan lokal, sebagai kuno atau tidak modern.

Padahal kearifan lokal dalam pemanfaatan air secara bersama itu sungguh mengabdi dan menghargai civil society. Kearifan lokal yang dianggap kuno dalam manajemen air, semacam subak di Bali, diganti dengan komersialisasi atau privatisasi air yang diperkenalkan oleh World Bank. Institusi pemberi hutang paling besar kepada PAM (Perusahaan air minum) ini memberikan makna lain terhadap air. Selain mempunyai makna sosial, air juga mempunyai makna ekonomi. Ketiga, manakala makna ekonomi itu diperkenalkan sebenarnya terbentang harapan munculnya kesadaran akan penghematan terhadap sumber daya air. Waktu itu sudah pemanfaatan air di tingkat komunitas, atau bahkan dalam rumah tangga dianggap bermasalah. Negara melihat bahwa di tingkat masyarakat hingga rumah tangga, tidak mampu mengelola sumber daya alam berupa air dengan baik, yaitu mengelola secara efektif dan efisien.

Vonis ketidakmampuan masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam berupa air secara efektif dan efisien, di satu sisi telah menyingkirkan potensi masyarakat untuk mengelola air secara arif dan bijaksana. Pada sisi lain, otomatis membuka jalan luas bagi privatisasi sumber daya alam berupa air untuk elite pengusaha bermodal besar. Maka atas nama investasi yang sangat dibutuhkan pemerintah, merebaklah industrialisasi air di Indonesia dengan skala yang tidak diperkirakan sebelumnya. Sayangnya karakter-karakter privatisasi atau industrialisasi air, yang mengemuka selalu berpotensi menimbulkan persoalan dan konflik, dan merugikan masyarakat dalam arti luas. Terlihat jelas sekarang bahwa industrialisasi air serta merta menutup akses masyarakat setempat untuk ikut memanfaatkan sumber-sumber air secara bersama dan bertanggung jawab. Lebih lagi sekumpulan karakter dalam menggali kekayaan sumber daya air itu, bahkan tidak tersirat sedikit pun berupaya melakukan konservasi. Bila sumber daya air itu habis, ditinggalkan begitu saja.

Selain itu industrialisasi air, sebagaimana karakter-karakter industri dengan kapital besar, selalu menyediakan sekumpulan artificial needs, yaitu kebutuhan-kebutuhan semu yang secara sistematis menggubah perilaku masyarakat menjadi sangat konsumtif dan instant. Perilaku sangat konsumtif dan merebaknya budaya instant pada gilirannya berkontribusi besar kepada peningkatan sampah, baik di wilayah urban ataupun pedesaan.

Budaya instant sekaligus membuat masyarakat melupakan sejarah dan pengelolaan air, darimana sumber air itu berada, dan bagaimana keadaannya sekarang. Sekumpulan karakter ini, yang kemudian diaplikasikan ke dalam sejumlah perilaku, bila dirunut merupakan turunan dari karakter represif negara, yang diadopsi secara terang-terangan oleh sektor swasta untuk mula-mula menakut-nakuti warga, lalu menguasai secara sepihak sumber-sumber air, dan segera setelah itu merampok sebesar-besarnya kekayaan masyarakat yang berupa sumber air itu. Maka tidak keliru apabila UNESCO memastikan bahwa “Corruption, restricted political rights and limited civil liberties are all factors that lie behind the planet’s growing water crisis
Maka bila diringkas problem krusial dari proyeksi Economic water scarcity 2025 di Indonesia  diantaranya :


  1. Tata kelola atau manajemen air yang buruk
  2. Lenyap atau rusaknya sumber air akibat polusi.
  3. Privatisasi sumber-sumber air oleh negara dan swasta, serta tidak ada upaya Konservasi air
  4. Ketidak seimbangan pemanfaatan air untuk industri (seperti industri pembangkit listrik, berbagai industri pertambangan, termasuk agro-industri) dan level rumah tangga
  5. Pengelolaan air limbah dan sanitasi yang buruk, baik dari industri hingga ke level komunitas 
disarikan dari hijau.or.id

Artikel Terkait

0 comments:

SAVE THE EARTH

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...