Percaya atau tidak, awan yang menaungi manusia dari panas matahari, mulai "berjatuhan". Jatuh di sini dalam definisi jaraknya tidak lagi jauh dari permukaan Bumi.
Para peneliti menemukan bahwa dalam waktu sepuluh tahun terakhir, jarak awan dan permukaan Bumi sudah mulai menipis. Peneliti dari University of Auckland di Selandia Baru menganalisa tinggi awan di udara sejak tahun 2000 hingga 2010. Untuk bisa mengambil kesimpulan penurunan jarak ini mereka menggunakan multi-angle imaging spectroradiometer (MISR). Instrumen ini biasa digunakan untuk pesawat luar angkasa milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), Terra.
Hasil penelitian itu menemukan bahwa tinggi awan dari permukaan Bumi menurun sebanyak satu persen, sekitar 30,48-39,62 meter, dalam satu dekade ini. Namun, masyarakat tidak perlu khawatir akan dampak negatif dari penurunan tinggi awan ini. Sebab, menurut penelitian yang sama, penurunan tinggi awan akan memberi rasa sejuk yang lebih efisien.
Awan yang lebih rendah juga mengurangi panas permukaan planet dan memperlambat efek dari pemanasan global. Meski demikian, para peneliti yang dipimpin oleh Roger Davies, belum bisa memastikan berapa penurunan maksimal yang dianggap aman. Ia hanya memastikan jika fenomena ini butuh pengamatan jangka panjang untuk kepentingan suhu global.
"Jika awan kembali meninggi dalam sepuluh tahun terakhir, kita bisa menyimpulkan jika mereka tidaklah memperlambat perubahan iklim," ujar Davies seperti dilansir The International Business Times, Jumat (24/2).
"Tapi jika memang mereka tetap menurun, maka akan jadi hal yang amat penting. Kami tidak mengetahui secara persis apa penyebab tinggi awan menurun," tambahnya.
Awan dianggap sebagai salah satu elemen yang tidak pasti dalam memprediksi suhu masa depan. Penelitian jatuhnya tinggi awan ini menjadi pengukuran akurat pertama yang dilakukan manusia terhadap awan dalam basis global. (Sumber: The International Business Times).
0 comments:
Posting Komentar