Indonesia diperkirakan kehilangan 1,8 juta hektar hutan pertahun dan bertanggung jawab atas sekitar 14 persen hilangnya hutan global. Hanya dua persen hutan Indonesia yang mempunyai sertifikat Forest Stewardship Council (FSC). Kurang berkembangnya sertifikasi ini kebanyakan oleh minimnya tenaga ahli, keahlian, dan jaringan pasar.
Namun, hari ini sebanyak sepuluh pemilik konsesi hutan dengan luas area lebih dari 500.000 hektar di Kalimantan bergabung dengan The Borneo Initiative (TBI) dan berkomitmen untuk memperoleh sertifikat FSC. Tujuannya adalah memperkecil terjadinya transaksi kayu hasil penebangan gelap yang beredar di pasar internasional.
Selain itu, sertifikasi juga menjamin status legalitas kayu di pasaran. Sertifikasi kayu ini menjadi prasyarat untuk produk ekspor, salah satunya karena terkait dengan isu pelestarian lingkungan.
Bergabungnya sepuluh perusahaan tersebut menambah jumlah anggota TBI menjadi 27 perusahaan sejak pendiriannya pada 2010, dan menggenapkan total konsesi hutan yang dalam proses mendapatkan sertifikasi FSC menjadi total seluas tiga juta hektar.
"Inisiatif ini merupakan langkah maju dan sangat sejalan dengan komitmen Pemerintah RI terhadap konservasi dan pengelolaan hutan yang lestari, khususnya dengan ditetapkannya 45 persen wilayah pulau Kalimantan sebagai paru-paru dunia." ujar Iman Santosa, Dirjen Bina Usaha Kehutanan di Kementerian Kehutanan RI, dalam acara Penandatanganan Keanggotaan The Borneo Intiative, di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (25/1).
TBI sendiri adalah yayasan yang bekerja sama dengan WWF-Indonesia dan memiliki misi mencegah hilangnya hutan tropis yang disebabkan oleh penebangan hutan dan eksploitasi di Kalimantan. Lewat program Heart of Borneo, konservasi dan pembangunan berkelanjutan juga dilakukan di kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan dan juga mencakup sebagian wilayah Brunei Darussalam.
Hanya setahun setelah TBI beroperasi, tiga hutan konsesi memperoleh sertifikat FSC, dengan cakupan wilayah kelola sebesar 429.460 hektar hutan alam. Tiga konsesi bersertifikat FSC ini adalah PT. Suka Jaya Makmur (171,340 Ha), PT. Narkata Rimba (41.540 Ha) dan PT Sarpatim (216.550 Ha)
Hans Widjayanto selaku President Director PT. Sarpatim mengatakan, "Sertifikasi FSC sangat logis bagi bisnis, dengan diperolehnya sertifikat FSC kami dapat membangun ikatan yang lebih kuat dengan konsumen untuk menghadapi persaingan harga."
Menurut Hans, komitmen dari pimpinan yang bagus, kebijakan yang terkontrol—baik di pusat maupun daerah, dan perusahaan yang sehat secara finansial merupakan kunci untuk perusahaannya mendapatkan sertifikat FSC.
"Jalan yang kami lalui sampai mendapatkan sertifikat ini cukup panjang. Banyak hambatan-hambatan yang terjadi di lapangan, misalnya masalah sosial. Namun, dengan adanya sertifikat FSC kami semakin terdorong untuk mendukung pengelolaan hutan yang lebih baik", kata Hans. (disarikan dari:Natgeo.co.id)
0 comments:
Posting Komentar