Indonesia termasuk salah satu negara “Mega Biodeversity” karena memiliki jumlah species yang sangat tinggi di Dunia. Bahkan Indonesia telah mengeluarkan sebuah dokumen Indonesia Biodiversity and Action Plan (IBSAP) yang disusun oleh proses kolaboratif yang cukup lama karena diperlukan pemahaman yang menyeluruh tentang keanekaragaman yang dimiliki.
Salah satu keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh Indonesia adalah Monyet Togean (Macaca Togeanus)
yang hanya terdapat di Pulau Malenge Kecamatan Walea Kepulauan
Kabupaten Tojo Una-una Provinsi Sulawesi Tengah yang berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 418/Menhut-II/2004 merupakan kawasan
Taman Nasional Kepulauan Togean.
Macaca togeanus atau
dalam bahasa lokalnya monyet togean atau monyet fonti merupakan sub
spesies dari monyet bonti yang di penyebarannya hanya ditemui di Pulau
Malenge secara administratif masuk dalam wilayah Kecamatan Walea
Kepulauan Kabupaten Tojo Una-una dengan luas wilayah 12,21 KM2 yang merupakan satu gugusan pulau yang terletak disebelah utara Kawasan Taman Nasional Kepulauan Togean.
Ciri morfologis monyet togean yaitu bagian
kaki dan tangannya berwarna putih, kepala berjambul, pada pipi muka
ditumbuhi rambut, warna kulit hitam, rambut yang tumbuh disisi muka
berwarna kecokelatan, rambut dibawah leher berwarna abu-abu terang
hingga keputihan dengan panjang tubuh antara 502 – 584 mm, panjang ekor
40 – 50 mm serta berat tubuh jantan dan betina hampir sama 10 – 12 Kg.
Monyet Togean dapat dikenali dari suaranya
pada saat menjelajah, individu jantan seringkali mengeluarkan suara
lemah dan bergetar (pi…pi…pi…) dan terulang-ulang, bila merasa terancam
suara yang dikeluarkan akan lebih keras.
Hutan yang merupakan habitat alami satwa ini
telah mengalami degradasi. Selain karena alih fungsi hutan menjadi areal
pertanian penduduk, penebangan liar yang terus marak juga diakibatkan
oleh kebakaran besar yang terjadi pada tahun 1998 yang menghabiskan
sekitar 50% hutan primer yang merupakan habitat alami monyet togean.
Suksesi tegakan setelah 13 tahun hanya menyisakan belukar. Pohon yang merupakan pakan monyet togean seperti Ficus, Eugenia,Pangium edule, Manilkara kauki , Mangifera foetida banyak yang musnah.
Perubahan habitat yang terjadi juga
mempengaruhi pola konsumsi monyet togean dari yang semula hanya
mengkonsumsi bunga, buah dan daun di hutan menjadi hama bagi petani
kelapa di pulau Malenge karena satwa ini terkadang mengkonsumsi buah
kelapa utamanya buah kelapa yang masih muda sehingga masyarakat memburu
secara liar. Perburuan dilakukan dengan mengunakan jerat dan racun.
Ketika masyarakat memburunya menggunakan racun, tidak lagi efektif
karena satwa ini telah resiten dengan racun dalam hubungannya dengan
kebiasaan monyet togean sering mengkonsumsi air kelapa sehingga tubuhnya
kebal terhadap racun.
Perkebunan kelapa merupakan habitat ideal
bagi monyet Togean, apalagi dengan struktur tajuk yang saling
bersentuhan sangat memudahkan monyet Togean untuk melakukan aktivitas
pencarian pakannya, dengan habitat alami hutan primer dan sekunder di
pulau Malenge yang telah rusak maka tak ada pilihan lain bagi satwa
untuk mempertahankan hidup kecuali masuk ke perkebunan milik penduduk.
Kini monyet togean (macaca togeanus)
yang endemik di dunia tersebut dapat dihitung jari keberadaan dihabitat
aslinya pulau Malengge, program-program konservasi yang telah dilakukan
oleh pihak Taman Nasional Kepulauan Togean misalnya pengawasan dan
perlindungan populasi satwa, inventarisasi pakan monyet togean, dan
sosialisasi kemasyarakat disekitar habitat aslinya tersebut telah
dilakukan. Lagi lagi hal ini tidak akan berpengaruh secara signifikan
ketika kesadaran masyarakat itu sendiri yang harus ditingkatkan.
source : viqarchu @kompasiana.kompas.om
0 comments:
Posting Komentar