Untuk mengatasi persoalan sampah di Yogyakarta, pemerintah setempat bekerjasama dengan kedutaan Inggris dan Perancis tengah mengembangkan teknologi Refuse Derifed Fuel (RDF). Teknologi ini memungkinkan untuk mengubah sampah menjadi bahan bakar industri semen.
Sampah yang akan diolah, papar Manager Kartamantul, Ferry Anggoro Suryo Kusumo, adalah sampah yang terdapat di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan Bantul. "Dengan teknologi ini akan membantu pengurangan volume sampah di TPA Piyungan hingga 10 persen residu saja," kata Ferry di Kompleks Kepatihan Kantor Gubernur Yogyakarta, Selasa (24/1).
Ia melanjutkan, teknologi ini akan mengubah sampah menjadi batu bara muda. Teknologi ini sudah banyak dimanfaatkan oleh negara - negara di Eropa dan Asia seperti Korea, Jepang, Inggris, dan Perancis.
"Saat ini industri semen kan menggunakan bahan bakar batu bara, maka akan disubstitusi dengan hasil RDF itu. Kalau sehari jumlah sampah mencapai 350 ton sehari itu bisa langsung diolah dan residunya berupa abu. Residu sendiri rekomendasinya bisa diolah menjadi macam-macam seperti untuk bahan konblok," jelasnya.
Sementara itu, pemerintah Yogyakarta ikut menggandeng Jepang untuk turut mengatasi persoalan sampah. Dengan Jepang-lah, teknologi capture metan dikembangkan. Teknologi ini digunakan untuk menangkap gas metan dari sampah yang sifatnya lebih berbahaya dari CO2.
"Gas metan yang dihasilkan sampah, sifatnya 21 kali lipat lebih membahayakan dibanding CO2. Dengan teknologi capture metan, gas akan di-clearing dan dinetralisasi, meski belum di-generate sebagai produk baru," ungkapnya.
Untuk teknologi capture metan ini akan memanfaatkan sekitar 12,5 hektar lahan di TPA Piyungan, sedangkan teknologi RDF akan memanfaatkan lima hektar lahan. (NatGeo.co.id)
0 comments:
Posting Komentar